Disebut Ada Konspirasi, Firma Hukum AS Layangkan Somasi ke Lion Air

Firma hukum asal Amerika Serikat (AS), Herrmann Law Group menyebutkan bahwa kemungkinan ada konspirasi terkait penerimaan uang kompensasi kepada ahli waris atas kecelakaan fatal pesawat Lion Air penerbangan JT-610 pada 29 Oktober 2018. Atas dasar hal tersebut, hari ini (Kamis, 4/4/2019) firma hukum tersebut melayangkan somasi kepada pihak Lion Air, Tugu Insurance, asuransi Global Aerospace dan firma hukum Kennedys Legal Solution.

Herrmann Law Group bersama firma hukum dari Indonesia, Danto dan Tomi & Rekan dalam hal ini mewakili keluarga dari 24 korban kecelakaan pesawat tersebut. Atas nama para korban, kolaborasi kedua firma hukum ini meminta pembayaran uang kompensasi kecelakaan sebesar Rp1,254miliar kepada setiap keluarga seperti yang diamanatkan hukum di Indonesia.

Namun untuk pembayaran tersebut pihak Tugu Insurance sebagai perusahaan asuransi yang ditunjuk Lion Air meminta keluarga korban menandatangani Release & Discharge (R&D) untuk mendapatkan uang kompensasi mereka.

Pengacara Herrmann Law Group yang menangani masalah ini, Charles J. Herrmann, memandang R&D tersebut tidak sah.

“Para korban harus kehilangan hak mereka untuk menerima kompensasi penuh dari mereka yang bertanggung jawab atas kecelakaan itu. Tidak hanya Lion Air (yang bertanggunga jawab), tetapi juga Boeing dan lebih dari 1000 terdakwa potensial lainnya,” kata Herrmann saat konferensi pers di Jakarta Kamis siang.

Dia menyebutkan, dengan alih memenuhi tugas, pihak-pihak tersebut berkonspirasi untuk melanggar hukum Indonesia dengan memaksa korban untuk menanda tangani R&D illegal.

Dari isi R&D tersebut, Herrmann menyoroti paragraph ke-14 yang ber bunyi:

Pelepas hak (anggota keluarga korban) telah diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan pengacara untuk meninjau dan mengevaluasi Pelepasan dan Pembebasan ini dan Pelepas Hak menyatakan bahwa mereka telah melakukannya atau setuju untuk melepas hak ini …

Menurutnya ayat 14 pasal 186 UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan secara tegas melarang R&D tersebut.

Herrmann juga mengatakan bahwa pihak terkait menolak untuk mengizinkan keluarga korban memiliki Salinan R&D yang illegal itu. Padahal pihak keluarga korban perlu salinan itu untuk memeriksanya dengan pengacara yang mereka pilih.

“Di sini dapat digambarkan, di mana Lion Air yang dipersenjatai dengan pengacara perusahaan asuransinya yang menulis 21 paragraf (ayat) jargon hukum yang duduk di meja, siap meyakinkan korban berikutnya untuk menandatangani,” ujar Herrmann.

Herrmann menyebutkan, Lion Air telah keliru dengan mengatakan bahwa mereka telah memenuhi tugasya dengan hanya membeli asuransi melalui Tugu Insurance maupun Global Aerospace. Menurutnya, maskapai yang memiliki kewajiban hukum untuk membayar kompensasi kecelakaan.

Diungkapkannya, baru-baru ini Lion Air mengadakan pertemuan yang dihadiri pengacara Global Aerospace yang bekerja di Kennedy’s Legal Solution di Singapura. Pengacara-pengacara ini mencoba membela dengan R&D illegal dengan menyatakan bahwa penandatanganan R&D semacam ‘kebiasaan internasional’ yang mengesampingkan hukum Indonesia.

“Itu adalah proporsi yang absurd, argument yang penuh palsu, tanpa dasar hukum apapun,” tegasnya.

Herrmann mengakui bahwa awalnya dia bingung mengapa Lion Air mencantumkan pembebasan Boeing dan 1000 lebih terdakwa potensial lainnya dalam R&D agar keluarga korban tidak melakukan gugatan terhadap mereka. Setelah Herrmann menelusuri, ternyata Tugu Insurance membeli reasuransi dari Global Aerospace yang juga mengasuransikan Boeing.

“Semua ini terjadi, sementara Global Aerospace memiliki konflik kepentingan yang mengasuransikan Lion Air dan Boeing,” paparnya.

Herrmann menyebutkan, kepentingan utama dari somasi ini adalah untuk mendapatkan kompensasi yang adil bagi para korban kecelakaan penerbangan JT-610. Pihaknya akan melakukan penuntutan kepada Lion Air jika memang hal itu harus dilakukan. Namun demikian, Herrmann mengakui pihaknya tidak ingin ada litigasi.

Herrmann mengatakan, jika dalam tempo 30 hari setelah pihak-pihak tersebut menerima surat somasi tidak menunjukkan itikad baik, penasihat hukum Herrmann di Indonesia (Danto dan Tomi & Rekan) akan bersiap memulai gugatan terhadap mereka di Indonesia.

“Jika Boeing mencoba membela diri dengan pembebasan illegal ini (R&D) dalam tuntutan hukum kami di AS, kami, penasihat hukum Amerika akan menyambut baik kesempatan untuk memperjuangkan hak-hak para korban ini di pengadilan hukum AS terhadap ketidakadilan yang sangat mencolok tersebut,” tutup Herrmann.