Menyeberangkan kendaraan yang ODOL (Over Dimenssion Over Load) dengan kapal ferry mengganggu keselamatan karena penempatannya dapat mengganggu keseimbangan pelayaran.
Belum lagi kerugian yang diakibatkannya karena dapat merusak rampdoor dan mobile bridge. Proses embarkasi dan debarkasi muatan kendaraan dari dan ke kapal ferry jadi tak lancar dan tak tertib, biaya operasi penyelenggara kapal ferry juga membengkak.
“Kalau rampdoor pada kapal ferry patah atau rusak biayanya bisa mencapai miliaran rupiah. Ini harus ditanggung pengusaha kapal ferry. Belum lagi kehilangan waktu operasi karena kapal ferry harus diperbaiki,” ujar Eddy Oetomo, Ketua Umum Indonesian National Ferryowners Association (INFA) di Jakarta, Selasa (25/2/2020) siang.
Apalagi jika mobile bridge pada dermaga rusak atau patah, kapal-kapal ferry tak bisa lagi menggunakan dermaga itu sementara ada perbaikan. Maka Asosiasi Pemilik Kapal Ferry Nasional Indonesia mendukung program pemerintah untuk mewujudkan program bebas kendaraan yang ODOL di lingkungan pelabuhan penyeberangan.
“Dengan bebas ODOL, kecepatan bongkar-muat kendaraan lebih baik, dimensi kendaraan terukur, dan yang paling utama meningkatkan keselamatan,” ucap Eddy.
Pemberlakuan pengaturan dan pelarangan kendaraan yang melanggar ketentuan dimensi dan batas muatan (ODOL) pada pelayanan angkutan penyeberangan akan diberlakukan pertama kali di Pelabuhan Penyeberangan Merak dan Bakauheni.
“Pelaksanaannya sangat tepat kalau dikonsentrasikan di pelabuhan penyeberangan. Sebagai simpul transportasi, pelabuhan penyeberangan dapat menjaring pelanggarnya untuk tidak melanjutkan perjalanan. Ini memutus mata rantai pelanggaran ODOL,” tuturnya.
Rencana uji coba dan sosialisasi sudah dikoordinasikan antara pemerintah, dalam hal ini Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, dengan PT ASDP Indonesia Ferry serta para pemilik kapal ferry dan pengusaha angkutan penyeberangan.
“In syaa Allah mulai 1 Mei 2020, pelabuhan penyeberangan Merak dan Bakauheni siap untuk tidak akan melayani kendaraan yang ODOL masuk ke pelabuhan dan kapal-kapal ferry di sana tidak akan menyeberangkan kendaraan tersebut,” kata Eddy.
Ditambahkan pula bahwa yang paling penting, di pelabuhan penyeberangan sudah dilengkapi peralatan yang memadai, seperti portal dan jembatan timbang.
Ketua Bidang Angkutan DPP INFA, Sudarsono Ramaya menjelaskan, untuk memeriksa ukuran kendaraan sudah menggunakan sensor. Namun keakuratannya masih perlu diuji.
Begitu juga dengan sumber saya manusia (SDM), selayaknya memadai dan memiliki integritas. Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baku juga harus disiapkan, selanjutnya disiplin dalam melaksanakannya.
“Bagaimana nanti mekanismenya kalau kendaraan yang ODOL itu sudah masuk pelabuhan. Ini harus ada jalan agar kendaraan bisa keluar lagi tanpa mengganggu kelancaran kendaraan lain,” ujar Sudarsono.
Eddy pun menambahkan, “Kita harus buat prosesnya supaya pelanggar itu tak menghambat kelancaran loading unloading kendaraan ke kapal. Namun yang utama, taati saja aturan sebagaimana layaknya.”