Dalam Waktu Dekat Gelar RUPS, Saham Garuda Indonesia Turun 1,38 Persen

Dalam waktu dekat Garuda Indonesia akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jelang agenda yang akan berlangsung pada 24 April mendatang, saham emiten berkode GIAA ini masih berada pada level 430 atau turun 1,38 persen hingga Jum’at (12/4/2019) siang.

Analis Binaartha Sekuritas, M Nafan Aji Gusta Utama menjelaskan, laju pergerakan saham GIAA secara teknis masih cukup positif. Namun, fluktuasi masih sering terjadi mengingat sejarah pergerakan saham ini cenderung mengalami penurunan.

Menurut data RTI, saham GIAA secara year to date mengalami penguatan hingga 44 persen. Akan tetapi, jika diakumulasikan dalam lima tahun, saham Garuda Indonesia turun hingga 13,13 persen. Sementara performa saham dalam sebulan terakhir turun hingga 25,86 persen.

“Memang teknikal Desember tahun lalu hingga Maret terjadi penguatan yang besar di saham Garuda. Namun, sekarang sudah turun kembali,” ujar Nafan, Jum’at (12/4/2019), seperti dinukil iNews.

Dijelaskan lebih jauh, sentimen negatif yang menekan pergerakan saham maskapai pelat merah ini salah satunya adalah respons pelaku pasar terhadap tiket pesawat Garuda Indonesia yang cenderung mahal. Nafan menilai, kompetisi di pasar penerbangan domestik masih cukup ketat dengan bertahannya maskapai berbiaya hemat (LCC).

Sebagai perusahaan pemerintah yang masih menguasai pasar, Nafan berharap Garuda Indonesia bisa mengambil sikap soal keluhan masyarakat tentang tiket pesawat yang mahal. Menurutnya, jika dibanding dengan maskapai lain seperti AirAsia, harga tiket pesawat Garuda Indonesia dinilai tidak wajar.

“Sentimen negatif ada terkait dengan pelaku pasar soal tiket pesawat yang cukup mahal. Konsumen kan bisa punya kontrol dan merasakan kalau harga tiket (Garuda Indonesia) mahal. Sebagai BUMN harus memiliki pengaruh yang kuat agar pangsa pasar tetap terjaga,” terang Nafan.

Nafan berharap, konsensus dalam RUPS nanti bisa memerhatikan respons masyarakat terhadap tarif tiket pesawat yang mahal. Belum lagi dalam waktu dekat memasuki bulan suci Ramadhan dan libur Lebaran, di mana intensitas masyarakat dalam menggunakan pesawat cukup tinggi.

“(Sebentar lagi) sudah bulan puasa (Ramadhan). Setidaknya harga tiket mesti wajar dan tidak menggangu daya beli masyarkat. Itu yang paling penting,” tutupnya.