Curhat ke DPR RI, Garuda Indonesia Rugi Hampir Rp5triliun dalam 2 Tahun

Harga tiket angkutan udara yang mahal menjadi pembahasan dalam rapat Komisi V DPR RI. Perwakilan maskapai yang menghadiri rapat ini pun buka suara mengenai penetapan harga tiket.

Direktur Niaga Garuda Indonesia, Pikri Ilham Kurniansyah mengatakan, Garuda saat ini dalam kondisi yang berat. Pada tahun 2017, maskapai pelat merah ini mengalami kerugian sebesar Rp3triliun. Kemudian, Januari hingga September 2018 rugi Rp1,6triliun.

“Jadi dalam dua tahun hampir rugi Rp5triliun,” kata Pikri dalam rapat di Komisi V DPR RI, seperti dikutip detikFinance, Rabu (24/7/2019) kemarin.

Pikri menjelaskan, struktur biaya yang diterapkan maskapai sudah tidak bisa ditanggung dengan harga tiket yang seperti dulu. Dengan demikian, perseroan mau tidak mau mencari cara agar kerugian itu tidak bertambah.

“Memang struktur biaya tidak bisa di-cover dengan harga yang dilempar pasar kemarin. Sehingga mau tidak mau mencari jalan agar kerugian ini setidak-tidaknya berkurang,” kata Pikri.

Dalam rapat itu, Direktur Pelaksana Grup Lion Air, Daniel Putut mengatakan bahwa komponen harga tiket bukan hanya tarif batas, melainkan ada pajak, asuransi, dan airport tax.

“Kalau ilustrasi Bandara Soekarno-Hatta Terminal 2 domestik, seandainya tiket kami Rp800ribu, PPN Rp80ribu, IWJR tambah PSC Rp85ribu sehingga total Rp970ribu,” ungkapnya.

Daniel menyebut beban Lion Air meningkat terutama sejak nilai dolar AS menguat mulai tahun 2013. Apalagi, biaya komponen Lion Air sebagian menggunakan mata uang asing.

“Memang asal muasal sejak 2013 dolar AS angka tidak save bagi industri. Save margin di Rp11.000, sejak 2013 (dolar AS) Rp13.000, Rp14.000, Rp15.000. Semua komponen cost yang menggunakan mata uang asing masih 50%, paling tinggi di pesawatnya sendiri,” terangnya.

“Kami punya komponen berbeda lessor, penyewa pesawat kami. Dari 314 pesawat yang kami miliki lessor beda-beda dan harganya beda-beda dan itu menggunakan dolar.”