Di Indonesia, orang-orang yang ahli di bidang kedirgantaraan terbilang masih sangat terbatas atau mungkin ‘langka’. Jumlah anak-anak bangsa yang berhadapan langsung dengan tantangan industri penerbangan pada level global pun masih sedikit. Hal ini berdampak pada sulitnya mengelola Kekuatan Udara Nasional (National Air Power).
Marsekal (Pur) TNI Chappy Hakim menjelaskan National Air Power adalah sebuah terminologi yang merefleksikan pengertian tentang segala sesuatu dan atau aktivitas yang dimiliki atau dikelola sebuah negara berkait dengan keudaraan atau kedirgantaraan.
Dia mengatakan, menurut guru besar ITB Dr. Ir. Said Jenie (Rohimahallah), di Amerika Serikat, National Air Power bersandar pada tiga penyangga utama. Ketigannya terdiri dari Angkatan Udara (United State Air Force/ USAF), Industri kedirgantaraan (pabrik pesawat dan maskapai penerbangan) serta perguruan tinggi yang memberikan sumbangsih dalam hal penelitian dan pengembangan.

Di sebagian besar negara maju, kegiatan dalam lingkup National Air Power dibina dan dikelola secara terpusat pada tingkat strategis. Hal tersebut pun dituangkan dalam sebuah blue print jangka panjang dan terselenggara secara berkelanjutan dari rezim ke rezim.
“Sebab utamanya sangat sederhana, yaitu karena semua yang berkait dengan kedirgantaraan akan berhubungan langsung dengan masa depan dan memerlukan SDM berkualitas serta dana yang sangat besar. Lebih dari itu semua, kegiatan kedirgantaraan atau aktivitas dalam ruang (air and space) sangat bergantung pada kemajuan yang pesat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,” jelasnya, Kamis (10/1/2019).
Menurutnya, karena kedirgantaraan usianya relatif masih sangat muda, maka masih sedikit para ahli penerbangan menghasilkan pengetahuan tentang kedirgantaraan di permukaan bumi ini. Demikian pula di Indonesia, para ahli dibidang kedirgantaraan masih sangat langka.
“Masih sedikitnya ahli kedirgantaraan yang berhadapan langsung dengan tantangan industri penerbangan di tingkat global, menyebabkan banyak negara menjadi tertinggal atau minimal mengalami kesulitan dalam pengelolaan National Air Power mereka masing-masing,” cetusnya.
Dijelaskannya, salah satu penyebabnya adalah di tingkat pengambilan keputusan kebijakan straegis tidak atau kurang memperoleh masukan yang proporsional dari para ahli. Hal tersebut akan mengakibatkan banyak permasalahan yang kemudian dihadapi dilapangan.
Salah satu contoh sederhana, bagaimana bisa terjadi di Cengkareng dan Halim kepadatan lalu lintas penerbangan yang mencapai angka ribuan take off-landing dalam satu hari. Sementara itu, tidak begitu jauh dari Jakarta ada Bandara Kertajati yang dibangun dengan biaya trliunan rupiah dan sampai hari ini baru terdapat 14 pergerakan pesawat dalam satu hari.
Berangkat dari keprihatinan terhadap masalah penerbangan yang sudah puluhan tahun berlangsung di Tanah Air, Rabu (9/1/2019) lalu sejumlah orang yang memiliki perhatian besar terhadap dunia penerbangan nasional berkumpul dan mencoba untuk membentuk Pusat Studi Air Power Indonesia. Pertemuan perdana ini difasilitasi Kepala Perpustakaan Nasional, M. Syarif Bando.
“Tujuannya adalah melihat kemungkinan apakah kiranya dapat dikumpulkan para ahli di bidang National Air Power di Indonesia yang “concern” terhadap perkembangan kedirgantaraan di Tanah Air untuk disatukan dalam satu wadah yang nantinya dapat berperan sebagai “Think Tank” bagi para pengambil keputusan dalam konteks “National Policy”,” ungkap Kepala Staf TNI Angkatan Udara periode 2002 – 2005 ini.
Menurutnya, dengan adanya think tank seperti ini, berharap kebijakan yang ditentukan tidak akan menjadi masalah dalam tataran pelaksana di lapangan. Karena orang-orang yang terhimpum di dalam wadah tersebut terdiri dari para akademisi dan praktisi yang memiliki kepedulian dan spirit yang sangat besar untuk berkontribusi pada Ibu Pertiwi.
“Agar bangsa ini tidak menjadi tertinggal dalam pengelolaan National Air Power sebagai tantangan masa depan bangsa,” tegasnya.
Chappy sangat berharap Pusat Studi Air Power Indonesia yang sedang dirintis bersama rekan-rekannya dapat sukses dalam melaksanakan keinginannya yang luhur, untuk turut berperan dalam perkembangan dunia kedirgantaraan di Tanah Air.