Boeing 737 MAX 8 Punya Cacat pada AoA Sensor Kiri?

Boeing 737 MAX 8 dengan registrasi PK-LQP merupakan pesawat yang digunakan Lion Air untuk melayani penerbangan JT610 rute Jakarta-Pangkal Pinang di pagi hari tanggal 29 Oktober 2018. Pesawat itu yang mengalami kecelakaan fatal bersama 189 orang yang ada di dalamnya. Pesawat mengalami masalah teknis, yakni kerusakan pada indikator kecepatan dan ketinggian.

Pada 28 Oktober 2019, di malam harinya pesawat tersebut melayani penerbangan JT43 rute Denpasar-Cengkareng. Pesawat ini mengalami permasalahan yang sama dengan JT610. Namun JT43 berhasil menyelesaikan penerbangannya, sementara JT610 berakhir tragis di awal penerbangannya karena jatuh di utara Laut Jawa.

Sebelum melayani penerbangan JT43, pada tanggal 26 Oktober 2018 pesawat tersebut melayani penerbangan dari Tianjin, China ke Manado, Indonesia. Penerbangan ini merupakan pertama kalinya pesawat tersebut mengalami kerusakan pada indikator kecepatan dan ketinggian, tepatnya instrumen Angle of Attack (AoA) sensor kiri.

Setelah beberapa kali perbaikan pada kerusakan yang berulang, pada tanggal 28 Oktober 2018 AoA sensor kiri akhirnya diganti. Usai penggantian sensor, pesawat itu akan melayani penerbangan rute Denpasar-Jakarta pada malam harinya.

Sebelum melaksanakan penerbangan dari Denpasar, awak pesawat sempat berdiskusi dengan teknisi karena pesawat ini sebelumnya mengalami gangguan di instrumen sebelah kiri. Setelah berdiskusi dengan teknisi dan dilakukan penggantian AoA sensor sebelah kiri, pilot pun merasa yakin pesawatnya sudah dalam kondisi baik untuk diterbangkan.

Dalam penerbangan, ternyata pesawat mengalami gangguan pada indikator kecepatan dan ketinggian serta terjadi stick shaker. Pilot yakin bahwa masalah tersebut pasti berasal dari AoA sensor kiri.

Dalam laporan akhir investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait jatuhnya pesawat 737 MAX 8 PK-LQP Lion Air yang diumumkan 25 Oktober lalu disebutkan bahwa ada sembilan faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tersebut. Pada poin keenam disebutkan bahwa AoA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.

Ketua Subkomite Kecelakaan Penerbangan KNKT, Capt. FX Nurcahyo Utomo menjelaskan bahwa AoA sensor kiri pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya. AoA sensor kiri pengganti yang dipasangkan pada pesawat PK-LQP di Bali awalnya merupakan instrumen yang melekat pada pesawat Malindo.

“Sensor AoA yang terpasang di pesawat ternyata mengalami miscalibration (salah perhitungan), mengalami ketidaksesuaian (antara kanan dan kiri) sebesar 21 derajat. AoA yang terpasang ini sebelumnya dipasang di pesawat Malindo yang mengalami kerusakan dan kemudian dikirim ke bengkel perbaikan di Miramar, Florida, AS,” terangnya.

Setelah diperbaiki, lanjut Nurcahyo, Sensor AoA tersebut dikirim kembali dan disimpan di gudang penyimpanan spare part milik Batam Aero Technic (BAT). Dia menegaskan bahwa ternyata AoA sensor ini mengalami kesalahan kalibrasi dan pada saat perbaikan di Miramar kesalahan kalibrasi ini tidak terdeteksi.

Namun demikian Nurcahyo mengatakan bahwa investigasi tidak dapat menentukan pengujian AoA sensor setelah terpasang pada pesawat PK-LQP yang mengalami kecelakaan apakah sudah dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.

“Pada saat pemasangan AoA sensor di Bali, kita tidak bisa menentukan apakah uji setelah pemasangan dilakukan dengan benar. Kami tidak mempunyai bukti yang menunjukkan bahwa uji pemasangannya sudah dilakukan dengan benar. Namun yang kami lihat ternyata kesalahan kalibrasi ini, yang dari sensor ini tidak bisa terdeteksi. Kita tidak bisa menentukan apakah prosesnya berjalan dengan benar atau tidak,” jelasnya.

Dalam penjelasannya, menarik perhatian adalah pesawat Malindo (afiliasi Grup Lion Air yang beroperasi di Malaysia) mengalami masalah pada AoA sensor kiri dan dikirim ke fasilitas perawatan milik Xtra Aerospace di Miramar, Florida untuk diperbaiki. Ternyata instrumen tersebut mengalami kesalahan kalibrasi yang tak terdeteksi usai diperbaiki di Miramar.

Pada waktu yang berbeda, pesawat PK-LQP juga mengalami masalah yang sama pada 26 Oktober 2019 seperti telah disebutkan di atas. Suku cadang dari gudang BAT yang dipasangkan pada 28 Oktober 2019 di Bali sebagai pengganti AoA sensor kiri PK-LQP merupakan instrumen yang rusak milik pesawat Malindo yang mengalami kesalahan kalibrasi setelah perbaikan.

Benang merah juga semakin terlihat jelas lantaran kecelakaan fatal yang dialami 737 MAX 8 milik maskapai Ethiopian Airlines pada penerbangan ET302 pada 10 Maret 2019 juga mengalami masalah pada AoA sensor kiri.

Dari laporan rekomendasi keselamatan yang diterbitkan KNKT AS (National Transportation Safety Board/ NTSB) pada 19 September 2019, Digital Flight Data Recorder (DFDR) 737 MAX 8 Ethiopian Airlines mencatat bahwa tak lama setelah pesawat lepas landas, data pada AoA sensor kiri juga mengalami deviasi. AoA sensor kiri meningkat dengan cepat menjadi 74,5 derajat, lebih tinggi 59,2 derajat daripada sensor AOA di sisi kanan.

Ketiga pesawat mengalami masalah serupa, deviasi antara AoA sensor kiri dangan yang kanan. Permasalahan tersebut memicu fitur Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) atau sistem anti-stall pada pesawat untuk bekerja secara otomatis. Inilah yang menyebabkan pesawat berusaha untuk menurunkan hidungnya karena dari data yang didapat dari AoA pesawat dalam posisi sudut yang berbahaya.

“Asumsi (Boeing), pilot akan bereaksi dengan memberikan Trim yang cukup, tapi ternyata itu tidak terjadi. Dari asumsi yang sudah dilakuka ini dan evaluasi terhadap berulangnya MCAS yang aktif, pihak Boeing menganggap bahwa MCAS mengandalakan satu sensor dianggap sudah sesuai dan memenuhi kriteria sertifikasi,” terangnya.

KNKT pun menilai bahwa desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan.

“Kami melihat bahwa sistem seperti ini rentan terhadap kemungkinan gangguan, karena sensor ini bisa saja rusak, bisa saja mengalami masalah-masalah yang lain. Jadi kami melihat bahwa dengan mengandalkan hanya satu sensor akan rentan terhadap kemungkinan munculnya masalah.”

Ketiga kasus tersebut menyisakan pertanyaan besar untuk dijawab, apakah permasalahan 737 MAX sebagai produk teranyar Boeing memang benar berasal dari AoA sensor kiri?