Bandara Ngloram di Blora dan Bandara Dewadaru di Jepara dibangun dan dikembangkan pemerintah bukan karena Jawa sentris. “Pembangunan infrastruktur itu Indonesia sentris, tapi di Jawa juga ternyata masih ada spot yang blank, seperti di Cepu dan Karimun Jawa,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Saat itu, Menhub Budi menyaksikan Penandatanganan Kesepakatan Bersama tentang Pembangunan dan Pengembangan Bandara Ngloram dan Bandara Dewadaru. Penandatanganan dilakukan oleh Dirjen Perhubungan Udara, Polana B Pramesti dengan Bupati Blora Djoko Nugroho, Plt Bupati Jepara Dian Kristiandi, dan Kepala Dinas Perhubungan Jawa Tengah Satrio Hidayat.
Budi menjelaskan, untuk ke Cepu di Kabupaten Blora memerlukan perjalanan yang cukup panjang lewat darat dari Semarang ataupun Solo. Karena itu, dibutuhkan bandara untuk transportasi udara. Hal ini juga diungkapkan Bupati Blora Djoko Nugroho.
“Kondisi kami kurang menguntungkan, tidak ke utara, tidak juga ke selatan. Orang mau ke Blora bisa 3-3,5 jam dari Semarang. Kami membutuhkan bandara sebagai satu-satunya cara agar Blora bisa meningkatkan perekonomian. Pembangunan bandara ini kabar menarik dan membanggakan,” kata Djoko.
Pemerintah, kata Budi, secara intensif melakukan upaya pembangunan konektivitas di banyak daerah. Dua daerah di Jawa Tengah tersebut memenuhi kriteria bagi syarat untuk dibangunnya bandara, misalnya ada jarak, populasi, dan potensi daerah.
Cepu dikenal sebagai daerah migas, sehingga trafik ke daerah ini tinggi. “Dengan adanya Bandara Ngloram, bisa mempermudah investor untuk investasi di Blok Cepu. Saya minta Pemda Tingkat I dan Tingkat II memperhatikan soal tanah karena tanpa itu kita tak bisa mulai pembangunan. Selama ini Pemda cukup kooperatif. Semoga kerja sama ini bisa ditingkatkan,” ujar Budi.
Kalau Karimun Jawa, jelas Budi, adalah tujuan wisata yang potensial. Pemerintah memberi dukungan untuk kegiatan wisata. “Karenanya, Bupati Jepara harus mengupayakan secara saksama supaya pariwisata ini maksimal,” ujarnya. Transportasi udara dibutuhkan karena perjalanan ke Karimun Jawa harus melewati laut, yang terkadang terkendala cuaca.
Usai penandatanganan, Polana mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan anggaran dari APBN untuk pembangunan dan pengembangan dua bandara tersebut. Sampai tahun 2020 dana untuk Bandara Ngloram Rp76miliar, termasuk dana tahun 2019 Rp46miliar.
Sementara itu, anggaran untuk Bandara Dewadaru disediakan Rp9miliar tahun 2019, ditambah Rp11miliar tahun 2020. “Pembangunannya sudah dimulai tahun ini dan akan selesai tahun 2020,” kata Polana.
Pada kesempatan itu, Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Dewadaru, Yoga Komala menjelaskan, Bandara Ngloram yang sebelumnya dikelola Pertamina itu akan dibangun menjadi bandara komersial. “Landasan akan diperpanjang, dari yang ada 900 x 30 meter menjadi 1.200 x 30 meter. Bisa diterbangi pesawat ATR 42 secara full dan ATR 72 dengan restriksi,” ucapnya.
Terminal penumpang akan dibangun, layaknya di bandara umum. “Gubernur Jawa Tengah juga akan membangun akses jalan yang terintegrasi dengan stasiun Cepu,” kata Yoga, yang juga membawahi Satker Ngloram ini.
Lain halnya dengan Bandara Dewadaru, yang sudah menjadi bandara komersial. Sekarang ini, bandara dengan landasan 1.200 x 30 meter ini sudah diterbangi ATR 72-500/600 Wings Air dengan kapasitas terbatas dari Bandara Ahmad Yani, Semarang. Penerbangan lainnya dari Semarang dioperasikan oleh Airfast Indonesia dengan DHC-400 Twin Otter. Ada juga penerbangan perintis Susi Air dengan Cessna Caravan, yang terbang dari Bandara Juanda, Surabaya.
“Nanti landasannya akan diperpanjang menjadi 1.400 meter dan ultimate 1.600 meter, yang bisa diterbangi ATR 72 secara full. Terminalnya akan dikembangkan dengan kapasitas 500 penumpang per hari,” ungkap Yoga.
Menhub Budi menyebut, pembangunan terminal di dua bandara tersebut spesial karena merupakan rancangan pemenang sayembara karya arsitek Indonesia. “Ada suatu kebanggaan yang harus kita buat di daerah-daerah. Ada unique selling point agar wisatawan, baik dari mancanegara maupun nusantara, kagum.”
“Saya minta keaslian desain dijaga; suatu ide harus dipertahankan agar kita lebih unggul dari negara lain. Coba tangkap inspirasi arsitek ini untuk memperkaya seni di Jepara dan Blora. Langkah sekecil apapun mesti bermakna untuk memberi value bagi negara kita,” ujar Budi, yang juga lulusan dari jurusan arsitektur Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Foto: Reni