Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto menilai, tahun ini terjadi kondisi ini cukup anomali. Menurutnya, sesuai pola tahun-tahun sebelumnya, tarif tiket pesawat selalu menjadi komponen penyumbang deflasi sejak Januari hingga Maret. Namun tahun ini tarif tiket pesawat, dimulai sejak Januari, sudah menjadi penyumbang inflasi.
Oleh karena itu, dia menduga kuat bahwa turunnya penumpang pesawat domestik berkorelasi kuat dengan harga tiket yang kian membumbung.
“Hal ini tidak biasa. Kalau lihat pattern tahun lalu, angkutan udara ini memberi andil inflasi di beberapa bulan tertentu, seperti hari raya dan libur sekolah. Ini agak aneh, karena harga tarif tiket pesawat tidak biasa sejak Januari,” kata Suhariyanto, seperti dinukil CNN Indonesia, Senin (1/4/2019).
Dugaannya semakin kuat setelah melihat jumlah pengguna angkutan laut yang justru malah bertambah dengan signifikan.
Data BPS menunjukkan, penumpang angkutan laut menurun 3,93 persen secara bulanan, dari 1,73 juta penumpang di Januari menjadi 1,66 juta penumpang di Februari. Sedangkan perbandingan secara tahunan, penumpang angkutan laut bertumbuh 8,28 persen.
“Dan ada peningkatan penumpang signifikan di pelabuhan seperti Belawan sebesar 46,4 persen dan Tanjung Priok sebesar 18,4 persen secara bulanan. Ada dugaan karena tiket pesawat mahal, tapi ini perlu ditelusuri lagi,” ungkapnya.
Dia memproyeksikan, penurunan jumlah penumpang ini masih akan terjadi di Maret, karena inflasi akibat tarif pesawat masih terjadi di beberapa kota.
Dia mencontohkan, tarif tiket pesawat di Tual membumbung 32,18 persen secara bulanan, Bungo naik 27,38 persen, Ambon naik 20,38 persen, Malang naik 14,13 persen, serta Manokwari naik 13,12 persen.
Namun dia berharap harga tiket pesawat bisa segera turun setelah Kementerian Perhubungan menerbitkan Permenhub No. 20/2019 dan Kepmenhub No. 72/2019.
“Dan kemungkinan, dampak kebijakan ini bisa terlihat hasilnya mulai bulan April ini,” tutupnya.