Benarkah JT610 Meminta untuk Return To Base?

Pesawat B737 MAX8 milik Lion Air yang jatuh di perairan laut sekitar Tanjung Karawang  merupakan pesawat baru. Dioperasikan sejak pertengahan Agustus 2018 lalu, pesawat ini baru mengantongi 800 jam terbang.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi tadi sore (29/10) di posko Crisis Center Kecelakaan Pesawat Lion Air JT 610 di Terminal 1B Bandara Internasional Soekarno-Hatta menegaskan pesawat itu jatuh di perairan Laut Jawa atau tepatnya di utara Kota Bekasi, Jawa Barat.

“Kami telah berkoordinasi dengan Basarnas, baru saja Basarnas menyatakan memang benar pesawat itu jatuh di perairan Laut Jawa di utara Bekasi oleh karenanya kami menyatakan bahwa pesawat Lion JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang setelah hilang kontak pukul 06.32,” ujar Menhub Budi.

Dalam konferensi pers tersebut Menhub didampingi oleh PLT Dirjen Perhubungan Udara Praminto Hadi, Dirut AP 2 Awaludin, Ketua KNKT Soerjanto, Dirut Airnav Indonesia Novie Riyanto, Direktur Operasi Lion Air Capt. Daniel Putut, dan Direktur Keuangan Jasa Raharja Myland Zoelaini.

Lebih lanjut Menhub mengungkapkan pesawat Lion Air JT 610 membawa total 189 orang yang terdiri dari 181 penumpang dan 8 awak pesawat.

Menhub juga memastikan pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP milik maskapai Lion Air ini merupakan pesawat baru yang beroperasi sejak Agustus lalu.

“Pesawat yang digunakan adalah pesawat baru B 737-800 Max yg baru dioperasikan pada bulan Agustus 2018 dengan lama penerbangan sebanyak 800 jam,” ungkapnya.

Kepala Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menjelaskan saat ini pihaknya bersama Basarnas bekerjasama dengan TNI dan unsur terkait sedang fokus dalam upaya mencari serpihan-serpihan utama dari badan pesawat termasuk black box.

“Serpihan yang di permukaan sudah diambil di kapal semua sekarang kita konsentrasi mencari serpihan utama, kita mengerahkan kapal-kapal dari navigasi, TNI untuk melakukan pencarian dimana ada beberapa kapal yang dilengkapi dengan set scan sonar itu untuk menentukan dimana lokasi kira-kira serpihan pesawat itu ada,” jelas Soerjanto.

Sementara itu Direktur Operasional Lion Air Capt. Daniel Putut menjelaskan pihaknya siap untuk memenuhi hak dan tanggung jawabnya terhadap keluarga korban sesuai aturan perundangan yang berlaku. Saat ini Lion Air juga memfasilitasi akomodasi dan keberangkatakan keluarga korban menuju Jakarta.

“Kepada keluarga korban kami akan memenuhi hak dan tanggung jawab kami sesuai aturan yang berlaku dan untuk keluarga korban, crisis center kita buka di Bandara Soekarno-Hatta, sampai nanti menunggu informasi lebih lanjut,” ucap Daniel.

Minta izin Return To Base

Perihal informasi yang menyebutkan bahwa sebelum diketahui jatuh di Laut Jawa, JT610 sempat memnita izin untuk kembali ke Bandara Soekarno Hatta (Return To Base) Ketua Komisi Nasional Keselamatan Tarnsportasi Soerjanto Tjahjono membenarkan hal itu.

“Kami sedang mempelajari kenapa ada permintaan RTB. Permintaan RTB sudah di-approve dan diizinkan oleh AirNav untuk RTB ke Cengkareng. Tapi kami belum menemukan apa sebenarnya alasannya. Kami sedang menunggu black box-nya. Nanti kalau sudah ketahuan dari black box, nanti akan ketahuan alasannya kenapa (RTB),” katanya tadi sore.

Permintaan RTB JT610 ini juga ditegaskan oleh Dirut AirNav Indonesia,Novie Riyanto. Katanya, “Banyak sekali pertanyaan, apakah betul pesawat ini minta RTB? Betul, pesawat meminta RTB kepada ATC dan sudah diizinkan untuk RTB.”

Hingga saat ini proses pencarian dan evakuasi pesawat serta korban masih terus dilakukan. Badan SAR Nasional menyatakan akan bekerja 24 jam untuk menemukan lokasi badan pesawat berikut para korban. Sementara itu, pecahan pesawat yang mengambang di permukaan air telah diambil dan dikumpulkan. Konsentrasi saat ini adalah mencari pecahan utama (pesawat) yang ada di dalam air pada kedalaman sekitar 30-35 meter.

“Kita mengerahkan beberapa kapal dari Hydros, BPPT, serta kapal navigasi dan kapal dari TNI untuk melakukan pencarian. Ada beberapa kapal sari Hydros yang dilengkapi dengan alat khusus untuk menentukan lokasi di mana kira-kira pecahan utama pesawat berada,” ujar Ketua KNKT. Dalam pencarian itu, dikerahkan antara lain peralatan untuk mendeteksi underwater locator beacon (ULB). Jika lokasi pesawat diketamukan, tim SAR akan menurunkan tim untuk mencari dan mengangkat black box pesawat.

“Kita harapkan black box ini tidak akan jauh dari pecahan utama pesawat. Kita harapkan bisa dengan segera bisa diketahui kira-kira posisi dari pecahan utamanya pesawat, sehingga kita bisa menemukan para korban,” jelas Ketua KNKT Soerjanto.