Balai Teknik Penerbangan (Tekpen) Ditjen Perhubungan Udara masih belum banyak dikenal, bahkan oleh kalangan penerbangan sekalipun. Padahal tugas dan fungsinya sebagai balai untuk pengujian, perawatan, perbaikan, dan pelayanan berbagai peralatan elektronik, listrik, dan meknikal, juga prasarana di bandara, sangat penting.
“Balai belum dimanfaatkan dengan baik. Padahal peralatannya sudah lengkap dan sumber daya manusianya juga punya kapabilitas dan kompetensi bagus,” kata Fellyus Noor, Kepala Balai Tekpen ketika dikunjungi media di gedungnya di Tangerang, 16 Oktober 2019.
Balai Tekpen yang mulai berperan tahun 1983 itu melakukan perbaikan dan pengujian peralatan keamanan penerbangan. Selanjutnya pada tahun 2012, fungsinya berkembang dengan pengujian mutu hasil pekerjaan teknik sipil di bandara.
Saat ini, Balai Tekpen memiliki 96 pegawai, termasuk 23 teknisi. Mereka adalah teknisi bidang elektronika bandara, telekomunikasi penerbangan, dan navigasi penerbangan, serta teknisi mekanikal dan listrik penerbangan, juga teknisi sipil dan lingkungan bandara.
Peralatannya lengkap, termasuk peralatan modern Ground Penetrating Radar (GPR) untuk pengujian lapisan per lapisan pada landasan dan Heavy Weight Deflectometer (HWD) untuk uji kekuatan landasan. Di samping itu, di hanggar laboratoriumnya terdapat mock up NDB, DME, DVOR, ILS, MSSR, yang kesemuanya merupakan peralatan navigasi penerbangan.
Ada juga peralatan laboratorium telekomunikasi penerbangan, yakni mock up tower set, ATIS, voice recorder, dan R-DARA, juga ATC Mobile, Aviation Test Bench, HF SSB, AFIS, dan Ground Comm. Sementara itu, alat keamanan penerbangan yang dimiliknya adalah mock up x-ray, WTMD, body inspection, dan CCTV.
Peralatan lainnya adalah Mobile Cable Fault Detector (MCFD), photo metric, photo thermal, clino meter, juga mock up CCR, ACOS, RTIL/SQFL, dan PAPI. Kesemuanya ini adalah peralatan yang ada di laboratorium mekanikal dan listrik penerbangan.
Untuk pekerjaan teknil sipil dan lingkungan bandara, banyak peralatan yang dimilikinya, selain alat penyelidikan kemampuan teknis konstruksi fasilitas sisi udara (HWD) dan GPR. Peralatan lainnya adalah pengukur kerataan landasan (profilometer), pengukur kekesatan landasan (skid resistance), Low Weight Detector (LWD), Runway Measurement Equipment (RME), Ultra Pulse Velocity (UPV), juga satu set laboratorium teknik sipil.
Menurut Kepala Seksi Mekanikal dan Listrik Penerbangan Balai Tekpen, Amiludin, pihaknya melakukan tugas untuk memperbaiki peralatan penerbangan dan juga memastikannya laik operasi. Perbaikan peralatan itu memang tidak selalu dilakukan oleh Balai Tekpen, tapi oleh pengelola bandara atau pemandu lalu lintas penerbangan.
“Balai Tekpen memastikan lagi peralatan yang sudah diperbaiki dan di-approve itu sesuai dengan approval-nya agar laik dioperasikan,” ujar Amiludin.
Selama tahun 2019 ini, kegiatan yang sudah dilakukan Balai Tekpen berlangsung di lebih 25 lokasi dan beberapa modul. Ada tujuh Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) yang menerima pelayanannya untuk perbaikan x-ray, yakni APT Pranoto di Samarinda, Namrole di Buru Selatan, Depati Prabo di Kerinci, Tunggul Wulung di Cilacap, H Asan di Sampit, dan Gewayantara di Larantuka. Selain UPBU, penerima layanannya adalah AirNav Indonesia.
Tahun ini, layanan perbaikan peralatan dilakukan di Kantor Unit Pelayanan Navigasi Penerbangan Kolaka di Sulawesi Tenggara dan Poso di Sulawesi Tengah. Penerima layanan lainnya adalah PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II, bandara khusus, BPSDM Perhubungan, juga Regulated Agent (RA) dan perusahaan minyak.
“Kami juga melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kinerja,” ujar Amiluddin. Kerja sama dilakukan dengan PT Aerotek Indonesia, BP3 Curug, Angkasa Pura I, AirNav Indonesia, PT Starcom, PT Nindya Karya, PT PP, ATKP Surabaya, STPI Curug, PT Brantas Abipraya, PT Waskita Hutami, PT AMKA, PT Inovasi Digital Elektronik, dan PT Bumi Indah.
Dengan peralatan yang lengkap itu, kata Fellyus, sudah selayaknya Balai Tekpen diberdayakan lebih besar lagi. Bahkan boleh jadi, nantinya bakal memiliki wewenang untuk memberikan sertifikasi kelaikan bagi peralatan keamanan penerbangan.
“Kami sudah mengajukan tiga konsep pengujian yang dapat kami lakukan. Kita akan mengajak entitas penerbangan. Nantinya, kami ingin setiap peralatan yang baru masuk bandara harus dipastikan dulu kelaikannya dengan sertifikasi dari Balai Tekpen,” ujar Fellyus.
Dengan begitu, Balai Tekpen bisa memperoleh pendapatan negara bukan pajak yang lebih besar lagi. Tahun sebelumnya pendapatannya sekitar Rp1,6miliar. “Pernah pula kami memperoleh pendapatan 3,6miliar rupiah,” ungkap Fellyus, yang menyebut ada 178 UPBU yang potensial untuk dilayaninya, di samping pelanggan lainnya.
Foto: Reni