AP II Cari Pendanaan Kreatif untuk Proyek Bandara

PT Angkasa Pura (AP) II terus mencari alternatif untuk pembiayaan bandara-bandara baru yang akan dibangun dan dikembangkannya. Sekarang AP II mengelola 15 bandara dan empat bandara baru sudah menunggu, yakni Bandara Tjilik Riwut di Palangkaraya, HAS Hanandjoeddin di Belitung, Bandara Fatmawati Soekarno di Bengkulu, dan Bandara Radin Inten II di Lampung.

“Saat ini closing deal KSP (kerja sama pemanfaatan) aset untuk bandara di Palangkaraya, menyusul bandara di Belitung, Bengkulu, dan Lampung. Untuk ini, kita tak mungkin self financing,” kata Muhammad Awaluddin, Presiden Direktur PT AP II di Jakarta, Rabu (19/9/2018).

Maka AP II menggandeng Tim Fasilitasi Pemerintah Dalam Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA), yang akan memfasilitasi pembiayaan investasi non-anggaran pemerintah terhadap penerima modal. Setelah menandatangani nota kesepahaman, kedua pihak dapat menjalankan komitmen untuk mendorong dan mempertemukan calon investor dalam akselerasi proyek-proyek infrastruktur AP II menjadi lebih efisien dan optimal.

Awaluddin mengatakan, “Kami bersyukur, pola strategic partnership investment participation, yang mengemuka dalam dua-tiga tahun ini, menjadi solusi alternatif yang positif dalam konteks mengembangkan alat produksi dan asetnya untuk terus bertumbuh. Kami harus melibatkan banyak pihak untuk berbagi bukan hanya risiko tapi juga opportunity. Ini konsep yg win win solution.”

CEO PINA Ekoputro Adijayanto mengatakan, pihaknya ikut merasakan antusiasme dalam kerja sama yang terjalin dengan AP II. “Program pembiayaan non APBN menjadi perhatian Presiden, sehingga kehadiran kami melalui MoU ini tepat sasaran.”

Menurut Eko, ruang fiskal APBN terbatas. Jika hanya bergantung pada APBN akan terjadi ketidakefektifan dalam hal pembiayaan, maka harus ada alternatif pembiayaaannya. “Kami senang sekali MoU sudah terjadi, sehingga jangan berlama-lama memanfaatkan momentum positif ini untuk merealisasikan kerja sama yang telah kita rancang bersama,” ucapnya.

PINA sudah memfasilitasi sejumlah investasi senilai Rp15,7triliun hingga saat ini. Proyek investasi yang telah berjalan tidak hanya untuk BUMN tapi juga lembaga non pemerintah yang bergerak di bidang infrastruktur, termasuk proyek strategis nasional.

Untuk pengembangan empat bandara tadi, AP II membutuhkan dana Rp1,7triliun, dilanjutkan 11 pipeline project lagi dengan nilai Rp4,7triliun. Proye-proyek ini berpotensi untuk dapat dijalankan dengan pola kerja sama alternative financing yang serupa dengan pola kerja sama bersama PINA.

Eko menjelaskan, creative financing atau pendanaan kreatif menjadi program utama pemerintah tahun 2018-2019. “Creative financing is a must!” Dana yang difasilitasi PINA berasal dari dana pensiun, seperti Taspen dan BPJS. Ada juga dari Kanada, seperti Ontario Teacher’s Pension Plan (OTPP) dan Canada Pension Plan Investment Board.

“Untuk pengembangan Palangkaraya dan yang lainnya akan kami support. Bagaimana bentuk creative financing-nya. Bahkan kalau AP II punya entitas baru, kita bisa lebih lincah,” ucap Eko.
Awaluddin pun optimis karena industri transportasi udara itu cukup nyaman (comfortable) buat investor. Alasannya, trafik penumpangnya terus tumbuh.

“Indonesia island country, sehingga inter-island traffic itu tinggi. Spending power meningkat, sehingga yang bepergian dengan pesawat meningkat pula. Middle class income juga tumbuh. Dengan populasi yang besar, transportasi udara ini akan jadi primadona. Didukung maskapai yang menyediakan alat produksinya dengan frekuensi yang banyak dan destinasinya tambah, untuk pembangunan aset ini layak dilakukan dengan skema partnership,” ujar Awaluddin.