AoA Sensor Kiri 737 MAX 8 Lion Air Bermasalah Sejak Awal Penerbangan

Pesawat Boeing 737 MAX 8 Lion Air dengan registrasi PK-LQP memiliki masalah sejak awal penerbangan JT610 pada 29 Oktober 2019. Masalah itu berada pada Angle of Attack (AoA) sensor kiri pesawat. Hal ini merupakan informasi atau data yang berasal dari kotak hitam jenis FDR (Flight Data Recorder) yang ada pada pesawat tersebut.

Ketua Subkomite Kecelakaan Penerbangan KNKT, Capt. FX Nurcahyo Utomo menyebutkan bahwa ada perbedaan akurasi antara Angle of Attack (AoA) sensor bagian kiri dengan bagian kanan pesawat sebesar 21 derajat.

Deviasi tersebut mengakibatkan perbedaan informasi penunjuk ketinggian dan kecepatan antara instrument kiri dan kanan di kokpit. Selain itu juga mengaktifkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada saat penerbangan.

“Pada penerbangan awal, AOA sensor kiri menunjukkan angka 18 yang kanan -1. Ada perbedaan kira-kira sebesar 20-21 derajat antara kiri dan kanan,” ungkap Nurcahyo saat konferensi pers laporan akhir investigasi kecelakaan pesawat Lion Air JT610, Jum’at (25/10/2019).

Dia menceritakan, ketika pesawat mulai lepas landas dan merangkak naik ke udara, stick shaker mulai aktif. Saat itu Indikator Flap menunjukan posisinya di angka 5 dan MCAS belum aktif. “MCAS tidak akan aktif selama Flap-nya tidak (dalam posisi di angka) 0,” terang Nurcahyo.

Pada saat awal penerbangan pilot akan mendeteksi masalah-masalah seperti stick shaker, perbedaan petunjuk kecepatan kiri dan kanan serta petunjuk ketinggian.

Ketika penerbangan sudah mencapai ketinggian 5.000 kaki, MCAS juga belum aktif. Namun saat Flapnya diturunkan ke posisi 0 terlihat MCASnya mulai aktif.

MCAS menundukkan hidung pesawat karena membaca data yang keliru dari AoA. MCAS mendeteksi bahwa hidung pesawat dalam posisi terlalu menongak yang akan mengakibatkan pesawat mengalami stall atau kehilangan daya angkat. Padahal pesawat terbang dalam posisi normal.

Kapten pilot yang menerbangkan pesawat berupaya melawan MCAS dengan melakukan Trim.

“Dilawan oleh pilotnya dengan Trim. Begitu dia berhenti, tidak ada pergerrakan Trim, maka dalam 5 detik kemudian MCAS akan aktif kembali. ini terus terjadi selama penerbangan, pilot selalu meng-counter beban yang muncul akibat pergerakan MCAS,” beber dia.

Dari data FDR yang dibeberkan KNKT, pada saat itu antara AoA sensor kiri dan kanan masih masih terjadi perbedaan sekitar 21 derajat.

Di akhir penerbangan terlihat ada angka Trim sebesar 5,4, kemudian MCAS mulai aktif. Angka 5,4 ini kemudian mulai berkurang menjadi 3,4.

Menurut Murcahyo, hal ini menunjukkan bahwa beban di kontrol kolom pesawat mulai semakin berat.

“Beban itu seberat 50 pon (25 kg), dilawan oleh pilot dengan menggerakkan Trim sebentar, kemudian 5 detik MCAS aktif kembali. Trim-nya sudah berkurang menjadi 1,3. Dilawan oleh pilotnya sebentar, angkanya semakin berkurang dan beban kolom kontrol sudah mencapai 80 pon (40 kg).”

Setelah itu pesawat mulai turun dan akhirnya mengalami kecelakaan di utara Laut Jawa, tepatnya di perairan Karawang, Jawa Barat.

Sebenarnya kerusakan indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat PK-LQP terjadi pertama kali pada tanggal 26 Oktober 2018 dalam penerbangan dari Tianjin, China ke Manado, Indonesia. Setelah beberapa kali perbaikan pada kerusakan yang berulang, pada tanggal 28 Oktober 2018 AoA sensor kiri akhirnya diganti di Denpasar, Bali.

Setelah penggantian sensor, pesawat itu melayani penerbangan rute Denpasar-Jakarta. Setelah mendarat di Jakarta, pilot melaporkan kerusakan yang terjadi namun tidak melaporkan stick shaker yang terjadi.

Pada 29 Oktober 2018 pesawat dioperasikan untuk melayani penerbangan JT610 dari Jakarta ke Pangkal Pinang. FDR merekam kerusakan yang sama terjadi pada penerbangan ini.