Assalamualaikum semua …
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mendukung penggunaan pesawat N219 Nurtanio dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sebagai sarana transportasi untuk menjangkau daerah terpencil. Dia pun meminta pemerintah daerah menggunakannya dan pengguna produk aviasi bekerja sama dengan industri penerbangan Indonesia.
Menhub mengatakan hal tersebut dalam acara International Seminar On Aerospace Science And Technologi (ISAST) VI-2018 di Jakarta, Selasa (25/9/2018). ISAST keeenam bertema “Aeronautics and Space Technology Research and Industrial Development” ini sebagai ajang pertukaran informasi mutakhir serta mencari peluang kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dan industri strategis yang ada di Indonesia dan dunia.
Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro menyambut dukungan Menhub tersebut karena dari riset pasar yang sudah dilakukannya, pasar N219 Nurtanio untuk domestik itu 230 unit. Peminat yang sudah menyatakannya dalam letter of intend sekitar 110 unit.
Sampai mana produk pesawat hasil desain PTDI bersama Lapan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) tersebut? Masih proses sertifkasi tipe pesawat dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Targetnya, tahun 2019 mendapat sertifikasi dan diproduksi.
Program Manager N219 Nurtanio Palmana Banandhi menjelaskan, pesawat 19 kursi ini sekarang sudah mengantongi 40 jam terbang, sejak mulai terbang pada 16 Agustus 2017. Kapan bisa mengantongi kurang lebih 300 jam terbang untuk memperoleh sertifikasi? Pada Oktober 2018, pesawat prototipe kedua diharapkan mulai mendampingi prototipe pertama dalam mengumpulkan jam terbang. Apakah kemudian target untuk mendapatkan sertifikasi tahun 2019 tercapai?
Pesawat desain baru ini rupanya masih memerlukan evaluasi menyeluruh. Tidak mudah jika hanya dilakukan para perancang PTDI dan Lapan yang ada sekarang. “Minggu lalu terpikirkan untuk mengundang pakar dari pesawat sejenis yang sudah teruji dunia, seperti Twin Otter, datang ke PTDI,” begitu yang terdengar.
Betul, itu yang pernah diucapkan Jusman Sjafi’i Djamal, mantan Dirut PTDI yang juga mantan Menhub. Mendesain pesawat untuk dioperasikan komersial tidak bisa hanya mengandalkan diri sendiri. Pesawat itu bisa dikatakan produk dunia. Boeing, yang kita kenal sebagai pesawat buatan Amerika Serikat, mesinnya bisa buatan Eropa. Begitu sebaliknya dengan Airbus yang buatan Eropa, mesin pesawatnya bisa buatan AS.
Bukan cuma mesin, banyak sekali komponen pesawat terbang yang buatannya dari berbagai negara. Para pakar di dua raksasa manufaktur pesawat terbang itu pun berasal dari banyak negara.
Mendatangkan pakar pesawat dunia –boleh jadi mantan engineer PTDI yang sekarang bekerja di manufaktur pesawat dunia– bisa dikatakan crash program N219 Nurtanio agar bisa diakselerasi dan mencapai target waktunya. Tak terasa, nyaris lima tahun proses sertifikasi itu dan waktunya hampir habis.
Foto: Reni