Air New Zealand Pecat Hampir Sepertiga Total Karyawan

Air New Zealand

Air New Zealand hari ini, Selasa, 31 Maret 2020 mengumumkan akan melakukan pemecatan terhadap hampir sepertiga dari total karyawan atau sekitar 3.500 orang. Pemecatan akan dilakukan dalam beberapa bulan mendatang.

Langkah ini diambil manajemen lantaran lesunya pendapatan maskapai akibat banyak negara di dunia membatasi penerbangan internasional untuk memutus rantai penyebaran wabah virus Corona (Covid-19). Dikabarkan bahwa maskapai asal Selandia Baru tersebut melakukan pembatalan hampir semua jadwal penerbangannya.

Dikutip dari Reuters, maskapai yang mempekerjakan 12.500 orang ini menyebutkan bahwa jumlah pemecatan yang diumumkan adalah asumsi “konservatif”. Angka itu dapat meningkat jika penguncian domestik dan pembatasan perbatasan diperpanjang.

Pihak perusahaan mencetuskan, pemecatan skala besar staf global akan dimulai dalam pekan ini.

“Sayangnya, Covid-19 membuat kita beralih dari memiliki pendapatan sebesar NZ$ 5,8 miliar menjadi apa yang membentuk hingga kurang dari NZ$ 500 juta per tahun berdasarkan pola pemesanan saat ini yang kita lihat,” terang CEO Air New Zealand, Greg Foran dalam email kepada staf dan pelanggan seperti yang dikutip Reuters.

Baca Juga:

Jika Tak Segera Dapat Bailout, Maskapai AS Ancam PHK Puluhan Ribu Pekerja

Penerbangan Sepi, Respon Positif Pemerintah atau Maskapai PHK Karyawan?

Foran melanjutkan, “Hal ini berpotensi menjadi bencana bagi bisnis kita, kecuali kita mengambil tindakan tegas.”

Air New Zealand adalah salah satu contoh dari situasi mengerikan yang dihadapi maskapai penerbangan di seluruh dunia karena pembatasan penerbangan internasional untuk mengendalikan penyebaran virus mematikan tersebut.

“Kami harus memangkas lebih dari 95% penerbangan kami di Selandia Baru dan di seluruh dunia. Satu-satunya penerbangan yang tersisa adalah untuk menjaga jalur pasokan tetap terbuka dan opsi transportasi untuk personel layanan penting,” jelas Foran.

Sebelumnya pemerintah Selandia Baru menawarkan maskapai penerbangan ini dana NZ$ 900 juta (US$ 540,99 juta) agar tetap bisa mengudara.

Perusahaan juga mencatat bahwa setiap dolar yang mereka gunakan dari fasilitas pinjaman ini memiliki bunga (lebih dari dua kali lipat suku bunga saat ini untuk hipotek rumah tangga) dan harus dibayarkan kembali.

“Hal ini membebani maskapai penerbangan kami dengan utang besar yang secara signifikan mengurangi kemampuan kami untuk bersaing dengan maskapai yang lain,” tegas Foran.

Dia juga memprediksi, dalam waktu satu tahun, tingkat kepegawaian maskapai menjadi 30% lebih kecil daripada saat ini.