​Hubungan Industrial Garuda Indonesia Tidak Harmonis

Maskapai penerbangan Garuda Indonesia sedang diguncang berbagai persoalan. Salah satunya adalah hubungan industrial yang tidak harmonis, khususnya dengan para pilot sebagai personel ujung tombaknya.

Faktanya, pada Selasa (23/1/2018) ada dua konperensi pers yang dilaksanakan nyaris bersamaan. Yang satu digelar oleh pihak manajemen, satu lagi oleh Serikat Pekerja PT Garuda Indonesia Bersatu, gabungan antara APG (Asosiasi Pilot Garuda) denggan Sekarga (Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia).

Serikat Pekerja mengungkapkan, kondisi hubungan industrial saat ini tidak harmonis karena perusahaan banyak melakukan pelanggaran terhadap Perjanjian Kerja Bersama/Perjanjian Kerja Profesi yang sudah disepakati sehingga banyak menimbulkan perselisihan.

Menanggapi hal ini, manajemen Garuda mengatakan, sejalan dengan dinamika organisasi yang terus bergerak dinamis, aspirasi hak kepegawaian tetap menjadi prioritas manajemen. Hal ini merupakan bagian dari upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif.

Manajemen Garuda yang diwakili oleh Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko, Helmi Imam Satriyono dan Direktur Operasi, Capt Triyanto Moeharsono mengemukakan, saat ini kondisi Garuda baik dengan capaian kinerja keuangan dan operasional yang positif. “Kondisi keuangan membaik dengan angka kerugian yang menurun,” ujar Helmi.

Menurut Helmi, Garuda dapat menekan tren kerugian dari kuartal I/2017 yang 99,1 juta menjadi 38,9 juta dollar AS pada kuartal II/2017. Pada kuartal III membukukan laba operasi 61,9 juta dollar AS, di luartax amnesty dan extraordinary items 145 juta dollar AS.

Untuk memperkuat kinerja tersebut secara berkelanjutan, Garuda bersama jajaran anak usahanya menjalankan strategi bisnis jangka panjang bertajuk “Garuda Indonesia Group (Sky Beyond 3.5)”. Strategi ini menjadi value-driven aviation group dengan pencapaian target value group 3,5 miliar dollar AS pada tahun 2020. Untuk tahun 2018, kata Helmi, target pencapaian pendapatan perusahaan adalah 4,9 miliar dollar AS.

Di sisi operasi, Capt Triyanto menjelaskan, untuk tingkat ketepatan waktu (OTP, on time performance) sebagai salah satu indikator keberhasilan dalam meningkatkan level pelayanan, targetnya mencapai rata-rata 91 persen. “Kami juga aktif berkoordinasi dengan pihak Angkasa Pura dan AirNav untuk memastikan kelancaran operasional layanan penerbangan, khususnya untuk menunjang capaian OTP yang lebih baik lagi,” ujarnya.

Berbeda dengan yang diungkapkan manajemen tersebut, Serikat Pekerja yang dimotori Presiden APG Capt Bintang Hardiono dan Ketua Umum Sekarga Ahmad Irfan mengungkapkan bahwa kinerja keuangan Garuda sampai dengan kuartal lII/2017 semakin merosot dengan kerugian 207,5 juta dollar AS. Hal ini diikuti dengan merosotnya nilai saham Garuda Kode GIAA per 19 Januari 2018 per lembar hanya Rp314,turun 58 persen dari nilai saham pada saat IPO.

Di samping itu, citra perusahaan kian menurun seiring penurunan kinerja operasional Garuda yang berdampak pada penundaan dan pembatalan penerbangan, apalagi setelah sistem rotasi pilot diganti. “Direksi yang membuat kebijakan, vendor diganti, sistem belum siap, kami yang kena getahnya,” kata Capt Bintang.

Mereka mengatakan, program efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan cenderung sangat sporadis dan yang terjadi adalah cutting cost, sehingga menganggu kegiatan operasional. Salah satu contohnya adalah pengurangan sejumlah fasilitas layanan, seperti dihilangkannya executive lounge bandara di Bali dan Jakarta.

Serikat Pekerja juga menyebut tentang pemborosan biaya organisasi karena ada sembilan direksi, padahal sebelumnya hanya enam direksi. Selain tak sejalan dengan komitmen efisiensi, banyaknya direksi itu tidak diikuti dengan peningkatan kinerja. Demikian pula dengan penambahan armada, yang tidak diikuti dengan kemampuan manajemen​ untuk membuat strategi penjualan produk penumpang dan kargo. “Peningkatan​ pendapatan hanya 8,6 persen, sedangkan peningkatan biaya 12,8 persen,” kata Irfan, mengutip Data Analyst Meeting pada Q3-2017.

Dari gambaran tersebut, Serikat Pekerja meminta kepada Presiden Joko Widodo beserta Menteri BUMN Rini Soemarno dan pemegang saham Garuda untuk merestrukturisasi jumlah direksi dengan berpedoman pada peraturan penerbangan sipil Republik Indonesia atau Civil Aviation Safety Regulation (CASR). Merekapun meminta agar kinerja direksi dievaluasi, bahkan direksi diganti oleh direksi profesional yang berasal dari internal perusahaan.

Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Hengki Heriandono mengungkapkan, “Kami menyadari bahwa rekan-rekan pilot dan Sekarga tentu memiliki komitmen dan kesadaran bersama atas keberlangsungan bisnis perusahaan untuk dapat terus berkembang. Kami pastikan bahwa hal-hal yang dieskalasikan rekan-rekan pilot tersebut tentunya akan selalu menjadi perhatian perusahaan.”

Tentang usulan perubahan struktur jajaran manajemen perusahaan, kata Hengki, Garuda menyerahkan sepenuhnya kepada pemegang saham, dalam hal ini pemerintah, sesuai dengan mekanisme dan landasan hukum yang berlaku.

Terkait adanya hubungan industri yang tak harmonis di Garuda, Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso menyampaikan peringatan bahwa entitas operator penerbangan harus dapat menyelesaikan permasalahan di internal perusahaan dengan baik tanpa berdampak negatif pada keselamatan dan keamanan penerbangan serta pelayanan pada penumpang dan pengguna jasa lainnya. “Kami tidak ikut mencampuri urusan manajemen internal maskapai penerbangan. Silakan manajemen Garuda Indonesia melakukan konsolidasi internal untuk menyelesaikan masalah tersebut,” ujarnya.

Agus menambahkan, “Sebagai regulator penerbangan, kami akan melakukan bimbingan dan pengawasan sesuai koridor aturan-aturan penerbangan yang berlaku. Kami hanya akan memberikan penghargaan atau sanksi sesuai aturan-aturan tersebut. Hal-hal yang tidak diatur dalam aturan-aturan penerbangan, silakan diselesaikan sendiri di internal perusahaan.”

Manajemen Garuda juga memastikan bahwa komitmen efisiensi yang saat ini dijalankan perusahaan mempertimbangkan seluruh aspek terkait. “Kami pastikan tidak berdampak pada aspek layanan kepada penumpang ataupun kondisi operasional perusahaan. Manajemen akan tetap mengedepankan aspek safety yang menjadi landasan utama komitmen operational excellence,” ujar Hengki.

Hal mengutamakan keselamatan penerbangan disuarakan pula oleh Serikat Pekerja, yang menyatakan, “Usulan yang kami suarakan ini demi menjaga kelangsungan bisnis Garuda Indonesia dengan tetap berkomitmen menjaga safety dan memberikan pelayanan terbaik kepada customer.”